SELAMAT DATANG DI WEBSITE JEJAKA GUNUNG ►► SEMOGA BERMANFAAT BAGI ANDA ►► SAYA TUNGGU KRITIK DAN SARAN ANDA The Legend: December 2009

Sejarah Samurai

Istilah samurai ( 侍 ), pada awalnya mengacu kepada “seseorang yang mengabdi kepada bangsawan”. Pada zaman Nara, (710 – 784), istilah ini diucapkan saburau dan kemudian menjadi saburai. Selain itu terdapat pula istilah lain yang mengacu kepada samurai yakni bushi. Istilah bushi ( 武士 ) yang berarti “orang yang dipersenjatai/kaum militer”, pertama kali muncul di dalam Shoku Nihongi ( 続日本紀 ), pada bagian catatan itu tertulis “secara umum, rakyat dan pejuang (bushi) adalah harta negara”. Kemudian berikutnya istilah samurai dan bushi menjadi sinonim pada akhir abad ke-12 (zaman Kamakura). Pada zaman Azuchi-Momoyama (1573 – 1600) dan awal zaman Edo (1603), istilah saburai berubah menjadi samurai yang kemudian berubah pengertian menjadi “orang yang mengabdi”.

Sejarah Samurai
Dalam catatan sejarah militer di Jepang, terdapat data-data yang menjelaskan bahwa pada zaman Nara (710 – 784), pasukan militer Jepang mengikuti model yang ada di Cina dengan memberlakukan wajib militer9 dan dibawah komando langsung Kaisar. Dalam peraturan yang diberlakukan tersebut setiap laki-laki dewasa baik dari kalangan petani maupun bangsawan, kecuali budak, diwajibkan untuk mengikuti dinas militer. Secara materi peraturan ini amat berat, karena para wakil tersebut atau kaum milter harus membekali diri secara materi sehingga banyak yang menyerah dan tidak mematuhi peraturan tersebut. Selain itu pula pada waktu itu kaum petani juga dibebani wajib pajak yang cukup berat sehingga mereka melarikan diri dari kewajiban ini. Pasukan yang kemudian terbentuk dari wajib militer tersebut dikenal dengan sakimori ( 防人 ) yang secara harfiah berarti “pembela”, namun pasukan ini tidak ada hubungannya dengan samurai yang ada pada zaman berikutnya.

Samurai Tanpa Pedang

( Toyotomi Hideyoshi )

"Filosofi samurai tanpa pedang berisi pedoman bahwa prajurit terbaik tidak
pernah menyerang, prajurit terhebat berhasil tanpa kekerasan,dan penakluk
terbesar menang tanpa perang."


Kepemimpinan yang Terbentuk
Koran Seputar Indonesia (Sabtu, 29 Agustus 2009)

Menjadi seorang pemimpin yang berhasil bukan sekadar ditentukan oleh sampai
sejauh mana prestasi yang bisa diraih,tetapi juga oleh kemanfaatan yang bisa
diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Seorang pemimpin yang tangguh lahir dari sejumlah bentukan pengalaman hidup,
berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Ia juga muncul bukan hanya karena bakat
yang menaunginya, tetapi juga olah rasa kebulatan tekad. Pemimpin hebat bukan
lahir dari keturunan yang hebat, tetapi kemampuan untuk terus belajar dan
belajar.

Pada saat bersamaan kini kita kerap disuguhi parodi pengaderan kepemimpinan
yang dari atas ke bawah, bahkan lahir sebagai generasi penyusu. Sebenarnya
faktor apakah yang menjadikan seseorang menjadi pemimpin yang tangguh? Sebagian
besar kalangan mengatakan karena bakat dan keturunan, tetapi Toyotami
Hideyoshi, salah satu pemimpin legendaris dari zaman kekaisaran Jepang (abad
XVI) menjadikan faktor keteguhan diri menjadi salah satu faktor utama
keberhasilannya.

Hideyoshi (1536-1598) layak dicatat sebagai salah satu figur besar pemimpin
yang pernah ada di dunia. Bukan hanya karena kemampuannya menyatukan Jepang
dalam salah satu masa paling krusial, saat puncak kekacauan Jepang -zaman
perang antar klan-,saat di mana kekerasan dijadikan panglima.

SAMURAI


Seorang samurai dengan pakaian tempur, 1860.

Samurai adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman industrialisasi di Jepang. Kata "samurai" berasal dari kata kerja "samorau" asal bahasa Jepang kuno, berubah menjadi "saburau" yang berarti "melayani", dan akhirnya menjadi "samurai" yang bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan.

Istilah yang lebih tepat adalah bushi (harafiah: "orang bersenjata") yang digunakan semasa zaman Edo. Bagaimanapun, istilah samurai digunakan untuk prajurit elit dari kalangan bangsawan, dan bukan contohnya, ashigaru atau tentara berjalan kaki. Samurai yang tidak terikat dengan klan atau bekerja untuk majikan (daimyo) disebut ronin (harafiah: "orang ombak"). Samurai yang bertugas di wilayah han disebut hanshi.

Samurai dianggap mesti bersopan dan terpelajar, dan semasa Keshogunan Tokugawa berangsur-angsur kehilangan fungsi ketentaraan mereka. Pada akhir era Tokugawa, samurai secara umumnya adalah kakitangan umum bagi daimyo, dengan pedang mereka hanya untuk tujuan istiadat. Dengan reformasi Meiji pada akhir abad ke-19, samurai dihapuskan sebagai kelas berbeda dan digantikan dengan tentara nasional menyerupai negara Barat. Bagaimanapun juga, sifat samurai yang ketat yang dikenal sebagai bushido masih tetap ada dalam masyarakat Jepang masa kini, sebagaimana aspek cara hidup mereka yang lain.

Pengecut & Pemberani


Jika membahas perihal pengecut dan pemberani, saya jadi teringat akan cerita-cerita rakyat, baik yang berupa cerita lokal atau dari belahan benua lain.

Ambil contoh saja kisah hidup Miyamoto Musashi, yang juga merupakan kisah nyata. Musashi adalah seorang ahli pedang Jepang yang hidup di salah satu era kekaisaran Jepang. Dari buku yang pernah saya baca, Musashi karangan Eiji Yoshikawa, Vagabond (kisah Musashi yang dibuat komik) karangan Takehiko Inoe, Lone samurai karangan William Scott Wilson dan The Book of Five Ring karangan Musashi sendiri. Diceritakan perjalan seorang anak kampung yang mengejar keinginan untuk menjadi samurai sejati melalui jalan pedang. Musashi seumur hidupnya tidak pernah punya guru pedang atau bela diri dan hanya berguru dari alam serta pengalaman keras yang dialami sepanjang hidup yang menjadi gurunya.

Konon sejak usia awal belasan tahun sudah pernah mengalahkan pemain pedang yang umurnya jauh diatas. Sepanjang hidupnya telah melewati 60 duel yang sebenarnya (baca : duel hidup atau mati, satu lawan satu) dan semuanya dimenangkan olehnya, tak terhitung duel yang dianggapnya “main-main”, yaitu duel antara Musashi dan pemain pedang yang dianggapnya tidak seimbang, yang sering dimenangkannya tanpa mencabut pedang atau hanya membalas tebasan lawan dengan pukulan tangan yang tentunya tidak mematikan. Yang terakhir justru membuat lawan yang tidak seimbang ini sadar bahwa dengan menggunakan tangan saja dia sudah kalah dari musashi, bagaimana jika musashi menggunakan pedangnya ?

The Last Samurai



Tom cruise berperan sebagai seorang kapten pasukan amerika dalam perang civil, sebagai pahlawan yang sangat berjasa dalam
berbagai perang dengan banyak bintang jasa, Capt. Nathan Algren ditugaskan ke Jepang sebagai mentor pasukan bersenjata kerajaan jepang dan berperang untuk membasmi para samurai yang dianggap sebagai pemberontak oleh kerjaaan Jepang. Samurai adalah sekelompok komunitas bangsa Jepang tempo dulu yang mendedikasikan hidupnya pada nilai kesetiaan dan kehormatan harga diri dengan sangat tinggi. dan mereka rela mati untuk membela itu. Idealisme dalam mempertahankan kebudayaan jepang yang keharmonisan tradisi telah membuat jalur peperangan antara para samurai melawan pihak kerajaan jepang sendiri yang dibantu oleh pemerintah barat.
Dalam sebuah kekalahan pertempuran dan menjadi seorang tawanan perang, kapt. Nathan Algren melihat berbagai pola kehidupan yang sangat berbeda dalam budaya kehidupan masyarakat. tingginya nilai kemanusiaan, religi, kesetiakawanan sosial, keramahan, sopan santun dan pengorbanan yang tinggi. Diselamatkan oleh musuh besarnya dan seorang pemimpin samurai Katsumoto (Ken Watanabe) hingga mereka bisa saling belajar, memahami dan akhirnya bersahabat, juga dari kehidupan keseharian sebuah keluarga yang dia bunuh dalam peperangan dalam sebuah desa samurai yang sangat tradisional tapi penuh harmoni dan keramahan, dia menemukan keseimbangan hidup yang tinggi hingga akhirnya mengubah Capt. Nathan Algren menjadi berpihak kepada para samurai. Menjadi seorang samurai dan berjuang melawan kepentingan dinasti samurai yang tengah dalam masa akhir dikarenakan tekanan politis dari kerajaan jepang yang tengah mengalami ekspansi kebudayaan dari Barat menuju Jepang modern pada waktu itu. Meskipun mendapat banyak hujatan sebagai seorang pengkhianat bagi bangsa amerika, didorong oleh perseteruan dengan atasannya, dia tetap bertekad untuk membela samurai dan berperang melawan bangsanya sendiri, demi kebenaran jalan hidup yang didapatkan dari kehidupan dan tradisi luhur bangsa samurai.
Sebuah epik yang dapat dijadikan sebagai mata rantai yang hilang dalam kehidupan. mengajarkan betapa cinta dan kehormatan adalah nilai tertinggi dalam kehidupan dan mampu mengalahkan apapun meski kematian adalah sebagai taruhan tertinggi. Bagaimanapun, sejarah adalah salah satu embrio berbentuk cermin yang melahirkan sebuah negara. Nilainya bukan terletak pada seorang pahlawan yang dilahirkan, tetapi melekat pada sikap sebuah negara yang memposisikan sejarah itu menjadi titik balik dari kemajuan kebudayaan yang sudah dicapai pada saat ini. Diproduksi oleh Warner Bros. Pictures pada tahun 2004, sebuah film ini yang banyak mendapat kritikan bagus dari para pengamat film.

Duel Terakhir Musashi Vs Kojiro

Musashi Vs Kojiro


Sasaki Kojiro adalah seorang pemain pedang terkenal di Jepang, dia sangat terkenal sebagai pertarung yang menyukai duelling yang bahkan lebih terkenal daripada Miyamoto Musashi. Pada masa itu, ia dianggap sebagai salah satu pemain pedang terbaik di Jepang, yang mampu melawan tiga orang musuhnya dengan hanya menggunakan Kipas.
Dia dan Musashi tentu saja mengenal satu sama lain, dan Musashi sangat menginginkan untuk berduel dengan. Hingga diambillah keputusan untuk berduel di sebuah pulau terpencil, alasannya mungkin karena Kojiro sudah mempunyai banyak murid dan pengikut yang tentu saja akan membunuh Musashi jika Kojiro kalah dalam duel tersebut.

Ketika waktu untuk berduel tiba, Musashi tiba lebih dari tiga jam waktu yang ditentukan, sebuah penghinaan yang tidak bisa dimaafkan. Selain itu, ia juga hanya menggunakan sebuah senjata yang disebut bokken (pedang kayu) yang ia buat dari dayung perahu yang ia gunakan untuk ke pulau itu. Kojiro, marah, memaki-maki Musashi yang hanya tersenyum. Kojiro menyerang, dan menyerang begitu dekat sehingga mengenai gelungan rambut Musashi. Tapi hanya sampai situ saja Kojiro mampu mengenai Musashi. Akhirnya Musashi mengalahkan dia, menghantamkan dayung / bokken sekeras-kerasnya ke atas kepalanya, lalu menusuk paru-parunya, dan membunuhnya. Itulah duel sadis yang terakhir bagi Musashi.

sumber:http://deathaday.blogspot.com/2008/0...ro-sasaki.html

Miyamoto Musashi



Pernahkan anda berada dalam keadaan yang mengharuskan memilih satu diantara dua hal yang anda cintai dalam kehidupan yang hanya sekali ini? Pilihan sulit yang akan menentukan jalan hidup anda selanjutnya.

Hal ini dialami oleh Musashi seorang seniman pedang samurai legendaris dari Jepang, setidaknya begitu dalam novel "Musashi" yang ditulis oleh Eiji Yoshikawa. Novel berjudul "Musashi" bercerita tentang perjalanan hidup seorang maestro pedang bernama Musashi. Musashi bukanlah tokoh fiktif, Musashi adalah tokoh yang benar-benar pernah hidup di Jepang. Menurut kata pengantar di bukunya, Musashi hidup antara tahun 1584-1645.

Takezo, veteran Perang Sekigahara (1600), menjelma menjadi Musashi setelah mengurung diri (belajar) di sebuah ruangan tua yang penuh dengan buku, selama 3 tahun dibawah 'bimbingan' seorang pendeta Zen bernama Takuan. Demi untuk mencapai cita-citanya yaitu kesempurnaan 'Jalan Pedang', Musashi mulai berkelana untuk mematangkan diri dan menguji ilmu pedangnya dengan cara menantang perguruan-perguruan samurai yang paling terkenal di Jepang saat itu.'Jalan Pedang' adalah pilihan hidup yang mendedikasikan diri pada kesempurnaan berpedang, penyatuan jiwa dalam pedang yg akhinya bermuara
pada penyatuan diri dengan alam.

Dengan tinggi badan sekitar 175 cm (diatas rata2 orang Jepang pada masa itu), Musashi dengan mudah mengalahkan lawan-lawannya. Mengalahkan lawan bagi sosok Musashi adalah sangat mudah, dengan rata-rata hanya sekali tebas semua lawan2nya juntai tak berdaya. Tantangan terberatnya adalah justru mengalahkan dirinya sendiri yang liar, kasar, buas dan sering cepat merasa puas. Dari berbagai pertarungan dengan tokoh2 samurai kelas satu, Musashi semakin mengenal kelemahan dan kerapuhan dirinya. Semakin tahu
kelemahannya, semakin membara semangatnya untuk mencapai kesempurnaan.